Rabu, 10 Agustus 2016

Perkembangan Konsep Pembangunan Berkelanjutan




I.  Pendahuluan
Seiring berjalannya waktu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) semakin berkembang yang sejatinya berguna untuk mempermudah dan memberikan kesejahteraan bagi manusia. Disisi lain penggunaan iptek yang berlebihan dan tidak terkontrol menimbulkan kekhawatiran terutama mengenai permasalahan lingkungan yang semakin bertambah serius dan meluas.
Di negara maju, permasalahan-permasalahan mengenai dampak kerusakan lingkungan mulai terlihat pada awal tahun 1950-an di Los Angeles, Amerika Serikat dimana kabut asap menyelubungi kota mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Selain itu pada akhir tahun 1953 terjadi wabah neurologis di Teluk Minamata, Jepang yang baru pada tahun 1959 diketahui penyebabnya yaitu metilmerkuri hasil pembuangan limbah beberapa pabrik kimia.
Perhatian masyarakat luas mengenai permasalahan lingkungan meningkat setelah Rachel Carson menerbitkan buku yang berjudul The Silent Spring (Musim Semi Yang Sunyi) tahun 1962. Pendapat dan pernyataan Carson mengenai penyakit misterius, kematian yang tidak dapat diterangkan penyebabnya dan penyakit baru yang menjadi teka-teki para dokter mendapat perhatian yang sangat luas serta menimbulkan pro dan kontra, sebagai akibatnya perdebatan mengenai lingkungan hidup semakin meningkat (Soemarwoto, 2009).
Melihat permasalahan yang terjadi di Amerika Serikat dan Jepang, apa yang ditulis Carson bukan merupakan cerita fiksi, namun benar-benar terjadi. Masyarakat internasional semakin menyadari bahwa lingkungan hidup semakin terganggu dan dan mengalami kerusakan.
Permasalahan lingkungan di negara berkembang berbeda dengan permasalahan di negara maju. Secara umum permasalahan di negara berkembang berkaitan dengan masih kurangnya persediaan makanan yang menyebabkan kelaparan, kurangnya kesadaran terhadap kesehatan terutama pada kesehatan ibu, bayi dan anak serta sanitasi lingkungan, pertumbuhan penduduk yang sangat pesat dan rendahnya tingkat pendidikan serta tingginya tingkat pengangguran. Almaida et al., 1972 dalam Soemarwoto., 2009, mengemukakan bahwa di negara yang sedang berkembang banyak masalah yang timbul karena kurang atau tidak adanya pembangunan.
Teknologi yang maju diperlukan negara berkembang dalam pembangunan untuk mempercepat meningkatkan tingkat kesejahteraan. Namun upaya negara berkembang untuk membangun dengan teknologi  mendapat kritikan dari negara maju.
Mulai tahun 1960-an di negara maju terjadi gerakan lingkungan yang sangat kuat yang bertujuan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang diakibatkan pembangunan. Pada tahun 1972 muncul gerakan zero growth (pertumbuhan nol) yang menginginkan dihentikannya pembangunan. Gerakan zero growth didasari laporan The Club of Rome yang menyatakan pertumbuhan tidaklah dapat berjalan tanpa batas, karena adanya kendala tersedianya sumberdaya dan terjadinya pencemaran, oleh karena itu manusia haruslah mengendalikan diri.
Bagaimanapun juga pembangunan di negara berkembang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan. Permasalahan mengenai pembangunan dan lingkungan hidup perlu mendapatkan perhatian khusus dan dicarikan solusi, penanggulangan serta pengelolaan yang serius demi keberlangsungan hidup manusia. Hal inilah yang menjadi dasar berkembangnya konsep-konsep pembangunan berkelanjutan.

II.  Perkembangan Konsep Pembangunan Berkelanjutan
2.1.  Akhir tahun 1960-an
Kepedulian masyarakat internasional terhadap lingkungan hidup dimulai pada April 1968 dimana sejumlah 30 orang ahli dari segala penjuru dunia berkumpul di Acadenua dei Lincei, Roma atas undangan untuk membahas masalah lingkungan hidup. Kemudian pada tahun 1969 di Amerika Serikat lahir undang-undang lingkungan hidup National Environmental Policy Act (NEPA) yang merupakan cikal bakal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). NEPA 1969 merupakan suatu reaksi terhadap tercemarnya lingkungan oleh pestisida, limbah industri serta emisi dari kendaraan dan pabrik, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai estetika alam (Soemarwoto, 2009).

2.2. Tahun 1970-an hingga akhir tahun 1990
Awal tahun 1970 merupakan titik balik kesadaran masyarakat global terhadap lingkungan hidup. Dari tahun 1970 hingga akhir tahun 1990 tercatat beberapa pertemuan internasional guna menyepakati konsep-konsep pembangunan yang berpihak pada lingkungan. Pertemuan-pertemuan tersebut antara lain ;

a.  Konferensi Stockholm
Pada tanggal 5 Juni 1972 dilaksanakan United Nations Conference on the Human Environment (UNCHE) di Stockholm, Swedia yang diikuti oleh 113 utusan dari berbagai negara. Pertemuan yang lebih dikenal sebagai “Stockholm Conference” atau Konferensi Stockholm ini membahas keprihatinan terhadap masalah-masalah lingkungan yang dirasakan semakin kompleks. Selain keprihatinan terhadap masalah lingkungan dalam konferensi juga berkembang konsep ecodevelopment atau pembangunan berwawasan ekologi.
Konferensi Stockholm berhasil menyepakati suatu perjanjian yang tertuang dalam 26 prinsip pengelolaan lingkungan yang disebut sebagai Deklarasi Stockholm dan juga 109 rekomendasi sebagai bagian dari Action Plan. Salah satu pernyataan yang dihasilkan adalah penerapan konsep pertanggung jawaban negara yang dicurahkan dengan pertanggungjawaban negara terhadap lingkungan hidup itu sendiri. Artinya, negara memiliki hak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya masing-masing yang berasal dari lingkungan, namun negara-negara juga memiliki tanggung jawab atau kewajiban agar membatasi tindakannya agar tidak terlalu ekspoitatif sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan hidup itu sendiri bahkan hingga mengganggu negara-lain. Selain itu Konferensi Stockholm menginisiasi terbentuknya United Nations Environment Programme (UNEP) pada tahun 1975 yang dimaksudkan untuk mendorong kerjasama lingkungan internasional.
b.  Konferensi Nairobi
Sepuluh tahun setelah Konferensi Stockholm, UNCHE mengadakan pertemuan kedua di Nairobi, Kenya yang dihadiri perwakilan dari 105 negara. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Nairobi yang pada intinya menegaskan bahwa prinsip-prinsip dalam Deklarasi Stockholm masih sangat urgen untuk diimplementasikan, meskipun implementasinya dinilai masih belum sepenuhnya terlaksana. Perlunya pengelolaan lingkungan dan analisis dampak lingkungan serta pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan juga merupakan pokok bahasan penting pada Deklarasi Nairobi.
Beberapa isu yang menjadi pusat perhatian pada konferensi tersebut dan sekarang masih tetap relevan adalah : (1) masalah atmosfer, seperti menurunya kualitas udara di permukiman kota, (2) pencemaran lautan oleh minyak bumi dan substansi lainnya; (3) pencemaran air permukaan dan air tanah; dan (4) degradasi biota daratan dan tata lingkungan biologis.

c.  World Commission on Environment and Development (WCED)
Menindaklanjuti hasil Konferensi Nairobi, dimana permasalahan lingkungan semakin meningkat dan juga guna mempertegas kerja UNEP sebagai motor pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup, pada tahun 1983 United Nation atau Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk World Commission on Environment and Development (WCED) atau Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan. WCED menekankan hakikat bumi sebagai satu-satunya planet tempat manusia menggantungkan kehidupannya, yang kesehatanya tergantung pada kesehatan komponen-komponennya, yang satu sama lain saling berkait dan menentukan, yang karenanya harus di lindungi denga metode yang tepat.
WCED mempunyai tiga tugas utama, yaitu mengkaji masalah-masalah lingkungan dan pembangunan serta membuat usualan-usulan yang bersifat realistis berkaitan dengan hal itu; menyiapkan suatu bentuk kerja sama internasional baru yang diperlukan dalam kaitan denagan usaha-usaha perubahan yang perlu dilakukan; meningkatkan kesadaran dan komitmen individu, LSM, masyarakat bisnis, lembaga-lembaga yang terkait dan pemerintah sehubungan denagn tindakan yang diperlukan.
WCED ini juga mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai suatu upaya yang mendorong tercapainya kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting. Pertama, gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial, kaum miskin sedunia yang harus diberi prioritas utama. Kedua, gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dituangkan dalam gagasan keberlanjutan di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Konsep ini menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan  standar lingkungan yang tinggi.
Komisi ini menyelesaikan tugasnya pada 1987 dengan menerbitkan laporan “Our Common Future” yang dikenal dengan Laporan Brundtland. “Our Common Future” bukanlah suatu prediksi tentang masalah kerusakan lingkungan, kemiskinan dan ancaman polusi yang semakin memperhatinkan, melainkan suatu gagasan tentang kemungkinan untuk memasuki suatu era pertumbuhan ekonomi berdasarkan kebijakan daya dukung lingkungan berkelanjutan.

d.  Earth Summit 
Dilatarbelakangi harapan Konferensi Stockholm untuk lingkungan hidup yang lebih baik tidak terwujud, kerusakan global yang semakin parah, penipisan lapisan ozon, semakin banyaknya spesies flora dan fauna yang punah, pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin nyata, mendorong PBB menyelenggarakan United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau Konferensi Khusus tentang Masalah Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1992.
 Konferensi yang lebih dikenal dengan KTT Bumi (Earth Summit) ini dilaksanakan di Rio de Janeiro, Brazil mengusung tema “Think Globally, Act Locally”. KTT Bumi menekankan pentingnya semangat kebersamaan (multilaterisme) untuk mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan oleh benturan antara upaya-upaya melaksanakan pembangunan dan upaya-upaya melestarikan lingkungan.
Hasil dari KTT Bumi adalah kesepakatan yang tertuang dalam tiga dokumen yang secara hukum mengikat (legally binding) dan tiga dokumen yang secara hukum tidak mengikat (non-legally binding).
Legally binding documents terdiri dari tiga konvensi, yaitu:
i. Convention on Biological Diversity (CBD) atau Kovensi Keanekaragaman Hayati
ii. United Nations Framework  Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konvensi Kerangka PBB tentang Perubahan Iklim
iii. Convention to Combat Desertification (CCD) atau Konvensi tentang Mengatasi Degradasi Lahan
Non-legally binding documents terdiri dari tiga kesepakatan, yaitu:
i. Rio Declaration (Deklarasi Rio) tentang 27 prinsip yang menekankan hubungan antara lingkungan dan pembangunan.
ii. Forest Principles (Authoritative Statement of Principles for a Global Consensus on Management, Conservation, and Sustainable Development of all Types of Forests) menyatakan pentingnya hutan bagi pembangunan ekonomi, penyerap karbon atmosfer, perlindungan keragaman hayati, dan pengelolaan daerah aliran sungai.
iii. Agenda 21, rencana komprehensif mengenai program pembangunan berkelanjutan ketika memasuki abad 21. Masalah kehutanan dielaborasi pada Bab XI Mengatasi Deforestasi (Combatting Deforestation).
KTT Bumi adalah merupakan salah satu ajang yang patut digunakan oleh negara-negara di dunia untuk peduli pada lingkungan, sekalipun negara major power seperti AS menolak menandatangani ataupun meratifikasi perjanjian apapun yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Upaya negara lain untuk setia terhadap KTT Bumi dengan berprinsip sustainable development, patut diberikan apresiasi.

2.3.  Tahun 2000 hingga tahun 2015
Di tahun 2000 atau sering disebut era millenium, masyarakat dunia semakin sadar bahwa upaya-upaya penanggulangan kemerosotan lingkungan hidup tidak mudah dan bahkan semakin rumit dan saling terkait berbagai aspek kehidaupan seperti soisal, ekonomi, politik, budaya, kemiskinan, ketimpangan antar negara dan sebagainya. Kompleksnya permasalahan terhadap lingkungan membutuhkan solusi yang integratif. Dalam periode 2000 hingga 2015 terdapat beberapa pertemuan yang membahas lingkungan secara langsung ataupun tidak langsung.

a.  Millenium Development Goals (MDG’s) 
Tahun 2000 terdapat suatu komitmen global yang tidak secara khusus membahas dan merumuskan masalah lingkungan hidup, namun kaitannya sangat erat dengan masalah lingkungan hidup yaitu Millenium Development Goals (MDG’s). Pada awalnya MDG’s dikembangkan oleh OECD dan kemudian diadopsi dalam United Nations Millineum Declaration yang ditandatangani oleh 189 negara maju dan berkembang pada September 2000. MDG’s menghasilkan komitmen yang mencakup 8 sasaran.
Komitmen dalam MDG’s yang dicetuskan dalam sidang Umum PBB 2000 mencakup:
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.
2. Pemenuhan pendidikan dasar untuk semua.
3.Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
4. Menurunkan angka kematian anak usia di bawah 5 tahun.
5. Meningkatkan kesehatan ibu.
6. Memerangi AIDS/HIV, malaria, dan penyakit menular lainnya.
7. Memberikan jaminan akan kelestarian lingkungan hidup.
8. Mengembangkan kerjasama global dalam pembangunan.
MDG’s saat ini begitu penting karena hanpir 1/6 penduduk dunia atau sekitar 1,1 milyar, dalam kondisi miskin yang akut dan ekstrim dengan pendapatan kurang dari US$ 1 per hari. Kemiskinan menjadi penyebab utama dan akar dari ketidakadilan dan keamanan global. Demikian juga kemiskinan menjadi salah satu sumber utama laju kerusakan lingkungan hidup yang semakin untuk ditanggulangi.
Kewajiban masing-masing negara  yang berkomitmen denagn MDG’s untuk melaporkan secara periodik denagn indikator yang jelas dan terukur. Sasaran MDG’s diharapkan akan tercapai pada tahun 2015.

b.  World Summit on Suistainable Development (WSSD)
WSSD dilaksanakan di Johannesburg, Afrika Selatan pada 26 Agustus sampai 4 September 2002, 10 tahun setelah KTT Bumi. Latar belakang diadakannya WSSD yaitu masyarakat global menilai bahwa operasionalisasi prinsip-prinsip Rio dan agenda 21 masih jauh dari harapan. Masih banyak kendala dalam pelaksanaan agenda 21. Sekalipun demikian masyarakat global masih mengganggap bahwa pinsip-prinsip agenda 21 masih relevan. Kelemahan terletak pada aspek implementasinya. Oleh karena itu Majelis Umum PBB memutuskan adanya world Summit on Suistanable Development (WSSD). Ada 3 tujuan utama diselenggarakannya WSSD yaitu :
1. Mengevaluasi 10 tahun pelaksanaan agenda 21 dan memperkuat komitmen poltik dalam pelaksanaan agenda 21 di masa datang.
2. Menyusun program aksi pelaksanaan agenda 21 untuk 10 tahun ke depan.
3. Mengembangkan kerjasma bilateral dan multilateral.
Dokumen yang dihasilkan dalam WSSD adalah:
1. Program aksi tentang pelaksanaan agenda 21 sepuluh tahun mendatang.
2. Deklarasi politik.
3. Komitmen berupa inisatif kemitraan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Delegasi dari 191 negara termasuk 109 kepala negara, menghadiri WSSD yang diadakan oleh PBB.  Jumlah peserta mencapai 21.000, bahkan lebih banyak lagi karena banyak yang tidak tercatat.  Diperkirakan peserta mencapai 60.000.  Sumber-sumber kompeten di WSSD mengklaim bahwa konferensi ini adalah yang terbanyak pesertanya sepanjang sejarah PBB.

c. United Nations Conference on Suistainable Development (UNCSD)
Pertemuan UNCSD atau yang lebih dikenal dengan KTT Rio+20 dilaksanakan di Rio de Jeneiro, Brazil pada 13 – 22 Juni 2012. KTT Rio+20 diikuti oleh 191 negara yang dihadiri 105 Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dan 487 menteri.
KTT Rio+20 menyepakati dokumen “The Future We Want” yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan (renewing political commitment). Dokumen ini memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.
Isu utama yang dibahas dalam dokumen “The Future We Want” merupakan implementasi dari pelaksanaan pembangunan berkelanjutan seperti ; (i) Green Economy in the context of sustainable development and poverty eradication, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global (Institutional Framework for Sustainable Development), serta (iii) kerangka aksi dan instrumen  pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (Framework for Action and Means of Implementation).  Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDG’s) post - 2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDG’s).
Rio+20 ini menghasilkan lebih dari US$ 513 Milyar yang dialokasikan dalam komitmen untuk pembangunan berkelanjutan, termasuk di bidang energi, transportasi, ekonomi hijau, pengurangan bencana, kekeringan, air, hutan dan pertanian. Selain itu terbangun sebanyak 719 komitmen sukarela untuk pembangunan berkelanjutan oleh pemerintah, dunia usaha, kelompok masyarakat sipil, universitas dan lain-lain.

2.4.  Tahun 2015
Tahun 2015 merupakan akhir dari era Millenium Development Goals (MDG’s) dan merupakan awal dari era Sustainable Development Goals (SDG’s). Agenda SDG’s lebih luas dari MDG’s yaitu mengatasi akar penyebab kemiskinan dan kebutuhan universal untuk pembangunan.
SDG’s pertama kali dikenalkan pada United Nations Sustainable Development Summit yang dilaksanakan di New York, Amerika Serikat tanggal 25 – 27 September 2015. Pertemuan ini menghasilkan 17 tujuan dari konsep SDG’s yang berlaku secara global tidak hanya berlaku untuk negara berkembang, namun juga untuk negara-negara maju. Dalam Konferensi tersebut ditetapkan bahwa SDG’s akan mulai diberlakukan pasca tahun 2015 sampai tahun 2030.

III.  Penutup
Perkembangan konsep pembangunan berkelanjutan pada umumnya mempunyai tujuan yang sama yaitu kelesterian lingkungan hidup untuk diwariskan pada generasi yang akan datang. Pembangunan dan teknologi akan selalu menjadi sisi yang berlawanan dengan kelestarian lingkungan hidup, namun upaya yang harus dilakukan adalah meminimalisir dampak negatif yang dihasilkan dari pembangunan dan aplikasi teknologi.





Referensi
ferdinalasmin.blogspot.co.id. Rekam Jejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Tentang Pembangunan Berkelanjutan. http://ferdinalasmin.blogspot.co.id/2014/11/rekam-jejak-konferensi-tingkat-tinggi.html.
sajjacob.blogspot.co.id. Hukum Lingkungan Internasional dan Hukum Lingkungan Indonesia. http://sajjacob.blogspot.co.id/2015/03/hukum-lingkungan-internasional-dan.html#!/tcmbck.
Soemarwoto, O. 2009. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Cetakan ketigabelas. Gadjah Mada University Press.
tyokronisilicius.wordpress.com. Perkembangan hukum lingkungan internasional untuk mengatasi perubahan iklim global (bagi-1). https://tyokronisilicus.wordpress.com/2010/05/11/perkembangan-hukum-lingkungan-internasional-untuk-mengatasi-perubahan-iklim-global-bag-1/.
www.undp.org. Sustainable Development Goals (SDGs). http://www.undp.org/content/undp/en/home/sdgoverview/post-2015-development-agenda.html.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar