Selasa, 01 Maret 2016

Analisis P Tanah (Metode Olsen dan Metode Bray)


Metode P Olsen

Metode analisis P tanah “P Olsen” atau metode Natrium Bikarbonat dikembangkan oleh Sterling R Olsen dan rekan kerjanya pada tahun 1954 (Olsen et al., 1954). Metode analisis P tanah ini bertujuan untuk memprediksi respons tanaman terhadap input pupuk P pada tanah berkapur. Metode ini digunakan terutama di Amerika Serikat bagian utara dan barat.

Analisis P Olsen merupakan metode yang paling sesuai untuk tanah berkapur, terutama pada tanah-tanah dengan kandungan kalsium karbonat > 2%. Akan tetapi, dari beberapa hasil penelitian lain dilaporkan pula bahwa metode P Olsen cukup efektif juga untuk tanah asam (Fixen dan Grove, 1990).

Metode P Olsen berlandaskan penggunaan HCO3-, CO3-2, dan OH- pada pH 8,5. Larutan 0,5 M NaHCO3 yang digunakan akan menurunkan konsentrasi larutan dari Ca2+ terlarut dengan terbentuk endapan CaCO3. Larutan 0,5 M NaHCO3 ini juga akan menurunkan kelarutan dari Al+3 dan Fe+3 dengan terbentuknya senyawa Al dan Fe Oksihidroksida. Reaksi-reaksi tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan kelarutan P tanah. Reaksi tersebut juga meningkatkan muatan negatif permukaan dan atau menurunkan jumlah sisi jerapan pada permukaan oksida Al dan Fe pada level pH yang tinggi dan terjadi pula pelepasan (desorption) P tersedia ke larutan tanah.

Nilai Optimum P Olsen:
Nilai P Olsen sebesar 10 mg P / kg merupakan nilai optimal bagi pertumbuhan tanaman. Nilai ini lebih rendah daripada nilai kritis yang digunakan pada nilai analisis P lainnya (menggunakan metode Bray dan Kurtz P-1, metode Mehlich 1, dan metode Mehlich 3). Kondisi tersebut disebabkan karena larutan ekstrasi pada metode P Olsen membebaskan P tersedia dari berbagai tanah lebih sedikit dibandingkan dengan larutan ekstraksi asam yang digunakan pada metode analisis P lainnya.

Interpretasi Data Hasil Pengukuran:
Menurut Kuo (1996) bahwa untuk memperoleh hasil interpretasi yang lebih tepat terhadap hasil penetapan P menggunakan metode P Olsen dari berbagai tanah dengan sifat beragam memerlukan beberapa informasi tentang Kapasitas Serapan P tanah. Hal serupa juga disampaikan oleh Schoenau dan Karamanos (1993) bahwa hasil pengukuran P dari metode P Olsen perlu dibandingkan dengan ketersediaan P tanah dari tanah-tanah dengan sifat kimia P yang lebih beragam.

Alat-alat yang digunakan:
(1) Ayakan No. 10 untuik menghasilkan sampel tanah berukuran 2 mm.
(2) Sendok stainlis steel dengan standar 2 gram.
(3) Dispenser otomatis untuk ekstraktan yang berkapasitas 25 ml.
(4) Tabung erlenmeyer kapasitas 50 ml.
(5) Corong untuk proses penyaringan (ukuran 9 dan 11 cm).
(6) Rak tabung reaksi.
(7) Mesin pengocok dengan kecepatan kocok 200 gerakan per menit.
(8) Kertas saring Whatman No. 42 atau No. 2 atau yang serupa.

Larutan Ekstraksi yang digunakan:
Larutan ekstraksi P Olsen (0,5 M NaHCO3 pH 8,5) dibuat dengan cara melarutkan 420 gram Natrium Bikarbonat atau NaHCO3 (grade komersial) dalam air destilasi dan dijadikan volume 10 liter. Pelarutan NaHCOini dapat menggunakan mixer listrik. Digunakan NaOH 50% untuk menjadikan pH larutan ekstraksi mencapai pH 8,5.

Prosedur Kerja:
(1) Diambil sampel tanah dengan sendok stenlis steel untuk ditimbang tanah seberat 1 gram dan dimasukkan dalam tabung erlenmeyer 50 ml.
(2) Ditambahkan 20 ml larutan ekstraksi P Olsen ke dalam tabung erlenmeyer, kemudian dikocok selama 30 menit pada suhu ruangan 24oC s/d 27oC.
(3) Jika diperlukan agar larutan menjadi jernih (tidak berwarna) ditambahkan 1 cm3 (200 mg) arang aktif (DARCO G60).
(4) Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 40 atau yang serupa ini. Penyaringan dapat dilakukan berulang jika hasil penyaringan masih belum jernih.
(5) Dilakukan pengukuran P dengan prinsip kolorimetri (perbedaan warna biru) dengan menggunakan alat spektrofotometer.

Perhitungan:
P-Olsen (mg P/Kg tanah) = { (Cp x 0,020 liter) / (0,001 kg tanah)}

Keterangan:
Cp = Nilai hasil perngukuran P yang telah dikalibrasi dari kurva larutan standar. Satuan dari nilai Cp adalkah mg per liter.


Metode Bray dan Kurtz P-1

Analisis P-tanah metode Bray dan Kurtz P-1 diperkenalkan oleh Roger Bray dan Touby Kurtz dari Stasiun Percobaan Pertanian Illionis pada tahun 1945 dan sampai sekarang banyak digunakan di Midwestern dan Utara Sentral Amerika Serikat (Bray and Kurtz, 1945; Frank et al., 1998). Metode ini lebih dikenal dengan metode Bray.

Fosfor hasil ekstraksi dengan metode Bray dan Kurtz P-1 telah terbukti berkorelsi erat dengan respon hasil tanaman pada tanah sangat asam sampai netral di wilayah tersebut. Pada tanah asam, florida larutan ekstraksi Bray dan Kurtz P-1 dapat meningkatkan pelarutan P dari Aluminium Fosfat dengan cara menurunkan aktivitas Al dalam larutan melalui pembentukan berbagai kompleks Al-F.Florida juga efektif menekan terjadinya adsorpsi P lagi oleh koloid tanah. Sifat asam dari larutan ekstraktan (pH=2,6) juga memberikan kontribusi dalam pelarutan P-tersedia dari berbagai bentuk ikatan dengan Al, Ca dan Fe.

Analisis P-tanah metode Bray dan Kurtz P-1 tidak cocok digunakan untuk:
1.        Tanah bertekstur Liat dengan tingkat kejenuhan basa tinggi.
2.        Tanah bertekstur Lempung Liat Berdebu atau tanah bertekstur lebih halus yang berkapur atau memiliki nilai pH tinggi (pH > 6,8) atau memiliki nilai tingkat kejenuhan basa tinggi.
3.        Tanah dengan kandungan setara kalsium karbonat > 7% dari kejenuhan basa, atau
4.        Tanah dengan kandungan kapur tinggi ( > 2% CaCO3)

Pada tanah seperti diatas, terjadi dua reaksi yaitu: reaksi pertama adalah keasaman larutan ekstraksi bisa dinetralkan, kecuali rasio antara larutan ekstraksi dengan tanah ditingkatkan. Reaksi kedua, CaF2 yang terbentuk dari reaksi antara Ca+2 dalam tanah dengan F- yang ditambahkan dari larutan ekstraksi, dapat bereaksi dengan P-tanah dan terbentuk P-tanah immobile.

Kedua jenis reaksi tersebut mengurangi efisiensi ekstraksi P, sehingga menghasilkan nilai uji P tanah yang rendah. Selain itu, larutan ekstraksi Bray dan Kurtz P-1 dapat melarutkan P dari batuan fosfat, sehingga tidak dianjurkan penggunaan metode ini pada tanah yang tinggi kadungan batuan fosfatnya, karena akan diperoleh hasil pengukuran P tanah yang terlalu tinggi.

Nilai hasil pengukuran P tanah dengan metode Bray dan Kurtz P-1 sebesar 25 mg P/kg tanah sampai dengan 30 mg P/kg tanah sering dianggap ”Optimal” untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun Holford (1980) melaporkan bahwa nilai kritis yang lebih rendah untuk tanah yang bersifat sangat buffer.


Alat-alat yang diperlukan:
1.        Ayakan tanah No. 10 untuk menghasilkan partikel tanah ukuran kurang dari 2 mm.
2.        Sendok stainles steel untuk menyendok sampel tanah seberat 2 gram.
3.        Ekstraktan dispenser otomatis yang berkapasitas 25 ml.
4.        Tabung erlenmeyer 50 ml, corong penyaring dan rak tabung reaksi.
5.        Mesin pengocok dengan kemampuan 200 gerakan permenit.
6.        Kertas saring yang tahan kondisi asam, seperti kertas saring Whatman No. 42 atau No. 2.

Larutan Yang akan digunakan:
Larutan ekstrasi Bray dan Kurtz P-1 (0,025 M HCl dalam 0,03 M NH4F). Larutan ini dibuat dengan cara melarutkan 11,11 g reagen grade Amonium Florida (NH4F) ke dalam 9 liter air suling.Berikutnya ditambahkan 250 ml dari larutan standar 1 M HCl dan selanjutnya volumenya dibuat menjadi 10 liter dengan ditambahkan air suling. Aduk secara merata. Selanjutnya, pH larutan yang dihasilkan harus pH 2,6 0,05. Penyesuaian terhadap pH yang dibuat tersebut menggunakan HCL atau Amonium Hidroksida (NH4OH).Larutan ekstraksi Bray dan Kurtz P-1 ini disimpan dalam Guci polietilen sampai digunakan.

Prosedur Kerja:
1.        Diambil sampel tanah dengan sendok stenlis steel dan ditimbang seberat 2 gram, lalu dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer ukuran 50 ml.
2.        Ditambahkan 20 ml larutan ekstraksi Bray dan Kurtz P-1 (0,025 M HCl dalam 0,03 M NH4F), lalu dikocok dengan mesin pengocok dengan kecepatan kocok 200 gerakan per menit selama 5 (lima) menit pada suhu kamar (24oC s/d 27oC).
3.        Jika diperlukan agar diperoleh hasil saringan yang tidak berwarna (jernih) ditambahkan 1 cm3 ( sekitar 200 mg) arang atau karbon aktif (Darco G60).
4.        Disaring larutan yang telah dikocok tersebut dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42. Apabila larutan hasil penyaringan belum jernih maka dapat dilakukan penyaringan ulang.
5.        Dilakukan pengukuran P tanah tersebut dengan sistem kolorimeter menggunakan alat spektrofotometer. Pengukuran P dilakukan juga terhadap larutan Blanko dan larutan Standar yang telah disiapkan.
Keterangan:
Cp = Konsentrasi P berdasarkan pembacaan pada spektrofotometer yang telah dikalibrasi dengan kurva hasil penetapan P dari deret larutan standar.




Sumber : http://dasar2ilmutanah.blogspot.co.id/search/label/Analisis%20P%20Tanah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar