Metode P Olsen
Metode analisis P tanah “P Olsen” atau metode Natrium Bikarbonat dikembangkan
oleh Sterling R Olsen dan rekan kerjanya pada tahun 1954 (Olsen et al., 1954). Metode
analisis P tanah ini bertujuan untuk memprediksi respons tanaman terhadap input
pupuk P pada tanah berkapur. Metode ini digunakan terutama di Amerika Serikat
bagian utara dan barat.
Analisis P Olsen merupakan
metode yang paling sesuai untuk tanah berkapur, terutama pada tanah-tanah
dengan kandungan kalsium karbonat > 2%. Akan tetapi, dari beberapa
hasil penelitian lain dilaporkan pula bahwa metode P Olsen cukup efektif juga
untuk tanah asam (Fixen dan Grove, 1990).
Metode P Olsen berlandaskan
penggunaan HCO3-, CO3-2, dan OH- pada
pH 8,5. Larutan 0,5 M NaHCO3 yang digunakan akan
menurunkan konsentrasi larutan dari Ca2+ terlarut dengan
terbentuk endapan CaCO3. Larutan 0,5 M NaHCO3 ini
juga akan menurunkan kelarutan dari Al+3 dan Fe+3 dengan
terbentuknya senyawa Al dan Fe Oksihidroksida. Reaksi-reaksi tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan kelarutan P tanah. Reaksi tersebut juga
meningkatkan muatan negatif permukaan dan atau menurunkan jumlah sisi
jerapan pada permukaan oksida Al dan Fe pada level pH yang tinggi dan terjadi
pula pelepasan (desorption) P tersedia ke larutan tanah.
Nilai Optimum P Olsen:
Nilai P Olsen sebesar 10
mg P / kg merupakan nilai optimal bagi pertumbuhan tanaman. Nilai ini
lebih rendah daripada nilai kritis yang digunakan pada nilai analisis P lainnya (menggunakan metode Bray dan Kurtz
P-1, metode Mehlich 1, dan metode Mehlich 3). Kondisi
tersebut disebabkan karena larutan ekstrasi pada metode P Olsen membebaskan P
tersedia dari berbagai tanah lebih sedikit dibandingkan dengan larutan
ekstraksi asam yang digunakan pada metode analisis P lainnya.
Interpretasi Data Hasil
Pengukuran:
Menurut Kuo (1996) bahwa
untuk memperoleh hasil interpretasi yang lebih tepat terhadap hasil penetapan P
menggunakan metode P Olsen dari berbagai tanah dengan sifat beragam memerlukan
beberapa informasi tentang Kapasitas Serapan P tanah. Hal serupa juga
disampaikan oleh Schoenau dan Karamanos (1993) bahwa hasil pengukuran P dari
metode P Olsen perlu dibandingkan dengan ketersediaan P tanah dari tanah-tanah
dengan sifat kimia P yang lebih beragam.
Alat-alat yang digunakan:
(1) Ayakan No. 10
untuik menghasilkan sampel tanah berukuran 2 mm.
(2) Sendok stainlis
steel dengan standar 2 gram.
(3) Dispenser
otomatis untuk ekstraktan yang berkapasitas 25 ml.
(4) Tabung erlenmeyer
kapasitas 50 ml.
(5) Corong untuk
proses penyaringan (ukuran 9 dan 11 cm).
(6) Rak tabung
reaksi.
(7) Mesin pengocok
dengan kecepatan kocok 200 gerakan per menit.
(8) Kertas saring
Whatman No. 42 atau No. 2 atau yang serupa.
Larutan Ekstraksi yang
digunakan:
Larutan ekstraksi P
Olsen (0,5 M NaHCO3 pH 8,5) dibuat dengan cara melarutkan 420
gram Natrium Bikarbonat atau NaHCO3 (grade komersial) dalam
air destilasi dan dijadikan volume 10 liter. Pelarutan NaHCO3 ini
dapat menggunakan mixer listrik. Digunakan NaOH 50% untuk menjadikan pH larutan
ekstraksi mencapai pH 8,5.
Prosedur Kerja:
(1) Diambil sampel
tanah dengan sendok stenlis steel untuk ditimbang tanah seberat 1 gram dan
dimasukkan dalam tabung erlenmeyer 50 ml.
(2) Ditambahkan 20
ml larutan ekstraksi P Olsen ke dalam tabung erlenmeyer, kemudian dikocok
selama 30 menit pada suhu ruangan 24oC s/d 27oC.
(3) Jika
diperlukan agar larutan menjadi jernih (tidak berwarna) ditambahkan 1 cm3 (200
mg) arang aktif (DARCO G60).
(4) Larutan
disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 40 atau yang serupa ini. Penyaringan
dapat dilakukan berulang jika hasil penyaringan masih belum jernih.
(5) Dilakukan
pengukuran P dengan prinsip kolorimetri (perbedaan warna biru) dengan
menggunakan alat spektrofotometer.
Perhitungan:
P-Olsen (mg P/Kg tanah)
= { (Cp x 0,020 liter) / (0,001 kg tanah)}
Keterangan:
Cp = Nilai hasil
perngukuran P yang telah dikalibrasi dari kurva larutan standar. Satuan
dari nilai Cp adalkah mg per liter.
Metode Bray dan
Kurtz P-1
Analisis P-tanah metode
Bray dan Kurtz P-1 diperkenalkan oleh Roger Bray dan Touby Kurtz dari Stasiun
Percobaan Pertanian Illionis pada tahun 1945 dan sampai sekarang banyak
digunakan di Midwestern dan Utara Sentral Amerika Serikat (Bray and Kurtz,
1945; Frank et al., 1998). Metode ini lebih dikenal dengan metode Bray.
Fosfor hasil ekstraksi
dengan metode Bray dan Kurtz P-1 telah terbukti berkorelsi erat dengan respon
hasil tanaman pada tanah sangat asam sampai netral di wilayah tersebut. Pada
tanah asam, florida larutan ekstraksi Bray dan Kurtz P-1 dapat meningkatkan
pelarutan P dari Aluminium Fosfat dengan cara menurunkan aktivitas Al dalam
larutan melalui pembentukan berbagai kompleks Al-F.Florida juga efektif menekan
terjadinya adsorpsi P lagi oleh koloid tanah. Sifat asam dari larutan
ekstraktan (pH=2,6) juga memberikan kontribusi dalam pelarutan P-tersedia dari
berbagai bentuk ikatan dengan Al, Ca dan Fe.
Analisis P-tanah metode
Bray dan Kurtz P-1 tidak cocok digunakan untuk:
1.
Tanah bertekstur Liat
dengan tingkat kejenuhan basa tinggi.
2.
Tanah bertekstur Lempung
Liat Berdebu atau tanah bertekstur lebih halus yang berkapur atau memiliki
nilai pH tinggi (pH > 6,8) atau memiliki nilai tingkat kejenuhan basa
tinggi.
3.
Tanah dengan kandungan
setara kalsium karbonat > 7% dari kejenuhan basa, atau
4.
Tanah dengan kandungan
kapur tinggi ( > 2% CaCO3)
Pada tanah seperti diatas,
terjadi dua reaksi yaitu: reaksi pertama adalah keasaman larutan ekstraksi bisa
dinetralkan, kecuali rasio antara larutan ekstraksi dengan tanah ditingkatkan.
Reaksi kedua, CaF2 yang terbentuk dari reaksi antara Ca+2
dalam tanah dengan F- yang ditambahkan dari larutan ekstraksi, dapat
bereaksi dengan P-tanah dan terbentuk P-tanah immobile.
Kedua jenis reaksi
tersebut mengurangi efisiensi ekstraksi P, sehingga menghasilkan nilai uji P
tanah yang rendah. Selain itu, larutan ekstraksi Bray dan Kurtz P-1 dapat
melarutkan P dari batuan fosfat, sehingga tidak dianjurkan penggunaan metode
ini pada tanah yang tinggi kadungan batuan fosfatnya, karena akan diperoleh
hasil pengukuran P tanah yang terlalu tinggi.
Nilai hasil pengukuran P
tanah dengan metode Bray dan Kurtz P-1 sebesar 25 mg P/kg tanah sampai dengan
30 mg P/kg tanah sering dianggap ”Optimal” untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun
Holford (1980) melaporkan bahwa nilai kritis yang lebih rendah untuk tanah yang
bersifat sangat buffer.
Alat-alat yang diperlukan:
1.
Ayakan tanah No. 10 untuk
menghasilkan partikel tanah ukuran kurang dari 2 mm.
2.
Sendok stainles steel
untuk menyendok sampel tanah seberat 2 gram.
3.
Ekstraktan dispenser
otomatis yang berkapasitas 25 ml.
4.
Tabung erlenmeyer 50 ml,
corong penyaring dan rak tabung reaksi.
5.
Mesin pengocok dengan
kemampuan 200 gerakan permenit.
6.
Kertas saring yang tahan
kondisi asam, seperti kertas saring Whatman No. 42 atau No. 2.
Larutan Yang akan
digunakan:
Larutan ekstrasi Bray dan
Kurtz P-1 (0,025 M HCl dalam 0,03 M NH4F). Larutan ini dibuat dengan cara
melarutkan 11,11 g reagen grade Amonium Florida (NH4F) ke dalam 9 liter air
suling.Berikutnya ditambahkan 250 ml dari larutan standar 1 M HCl dan
selanjutnya volumenya dibuat menjadi 10 liter dengan ditambahkan air suling. Aduk
secara merata. Selanjutnya, pH larutan yang dihasilkan harus pH 2,6 + 0,05. Penyesuaian
terhadap pH yang dibuat tersebut menggunakan HCL atau Amonium Hidroksida
(NH4OH).Larutan ekstraksi Bray dan Kurtz P-1 ini disimpan dalam Guci polietilen
sampai digunakan.
Prosedur Kerja:
1.
Diambil sampel tanah
dengan sendok stenlis steel dan ditimbang seberat 2 gram, lalu dimasukkan ke
dalam tabung erlenmeyer ukuran 50 ml.
2.
Ditambahkan 20 ml larutan
ekstraksi Bray dan Kurtz P-1 (0,025 M HCl dalam 0,03 M NH4F), lalu dikocok
dengan mesin pengocok dengan kecepatan kocok 200 gerakan per menit selama 5
(lima) menit pada suhu kamar (24oC s/d 27oC).
3.
Jika diperlukan agar
diperoleh hasil saringan yang tidak berwarna (jernih) ditambahkan 1 cm3 (
sekitar 200 mg) arang atau karbon aktif (Darco G60).
4.
Disaring larutan yang
telah dikocok tersebut dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42. Apabila
larutan hasil penyaringan belum jernih maka dapat dilakukan penyaringan ulang.
5.
Dilakukan pengukuran P
tanah tersebut dengan sistem kolorimeter menggunakan alat spektrofotometer. Pengukuran
P dilakukan juga terhadap larutan Blanko dan larutan Standar yang telah
disiapkan.
Keterangan:
Cp = Konsentrasi P
berdasarkan pembacaan pada spektrofotometer yang telah dikalibrasi dengan kurva
hasil penetapan P dari deret larutan standar.
Sumber : http://dasar2ilmutanah.blogspot.co.id/search/label/Analisis%20P%20Tanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar