a. Wladimir Koppen
Wladimir Koppen adalah seorang ahli klimatologi dari Austria. Ia membagi iklim atas dasar rata-rata suhu udara dan curah hujan bulanan dan tahunan. Koppen berpendapat bahwa suatu iklim termasuk basah atau kering ditentukan oleh indeks hujan.
Klasifikasi iklim menurut Koppen dapat diperinci sebagai berikut.
Wladimir Koppen adalah seorang ahli klimatologi dari Austria. Ia membagi iklim atas dasar rata-rata suhu udara dan curah hujan bulanan dan tahunan. Koppen berpendapat bahwa suatu iklim termasuk basah atau kering ditentukan oleh indeks hujan.
Klasifikasi iklim menurut Koppen dapat diperinci sebagai berikut.
- Iklim A (tropis), yaitu daerah
bersuhu 18oC untuk bulan terdingin.
- Iklim B (tundra dan kutub),
yaitu daerah bersuhu 10oC untuk bulan terpanas.
- Iklim C dan D (sedang), iklim C
menempati pinggiran benua yang dipengaruhi iklim laut sehingga disebut
iklim sedang hangat. Iklim D menempati pedalaman benua sehingga dinamakan
iklim salju atau boreal. Adapun batas antara iklm C dan D pada daerah
bersuhu 3oC untuk bulan terdingin.
Berdasarkan klasifikasi iklim di
atas, Indonesia termasuk iklim A (tropis). Menurut Koppen, iklim A dapat
dikelompokkan menjadi beberapa daerah sebagai berikut.
- Iklim hujan tropis meliputi
beberapa daerah yang bercurah hujan tinggi. Daerah yang bercurah hujan
tinggi terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua.
- Iklim sabana meliputi daerah
Nusa Tenggara Timur dan sekitarnya.
- Iklim laut basah meliputi
hampir seluruh kepulauan Indonesia terutama Sumatra, Kalimantan, dan
Papua.
- Iklim salju abadi terdapat di
puncak Pegunungan Jaya Wijaya.
b. Schmidt-Ferguson
Schmidt-Ferguson membagi kriteria iklimnya sebagai berikut:
Schmidt-Ferguson membagi kriteria iklimnya sebagai berikut:
- Bulan basah, artinya suatu
daerah yang dalam satu tahun curah hujannya lebih dari 100 mm/bulan.
- Bulan lembap, artinya suatu
daerah yang dalam satu tahun curah hujannya 60 sampai dengan 100mm/bulan.
- Bulan kering, artinya suatu
daerah yang dalam satu tahun memiliki curah hujan kurang dari 60mm/bulan.
Untuk menentukan iklim (Q), dapat
dihitung menggunakan rumus (Rata-rata bulan kering / Rata-rata bulan basah) x
100%
c. Oldeman
Oldeman membagi kriteria iklim dengan pedoman jumlah bulan basah secara berurutan sebagai berikut:
c. Oldeman
Oldeman membagi kriteria iklim dengan pedoman jumlah bulan basah secara berurutan sebagai berikut:
- Bulan basah, artinya suatu
daerah dalam satu tahun memiliki curah hujan lebih dari 200mm/bulan.
- Bulan lembap, artinya suatu
daerah dalam satu tahun memiliki curah hujan antara 100 sampai dengan
200mm/bulan.
- Bulan kering, artinya suatu
daerah dalam satu tahun memiliki curah hujan kurang dari 100mm/bulan.
Prinsip dasar penentuam iklim
menurut Oldeman adalah jika bulan basah berturutturut sebagai berikut:
- Iklim A jika jumlah bulan basah
suatu daerah secara berturut-turut lebih dari 9 bulan.
- Iklim B jika jumlah bulan basah
suatu daerah secara berturut-turut antara 7-9 bulan.
- Iklim C jika jumlah bulan basah
suatu daerah secara berturut-turut antara 5-6 bulan.
- Iklim D jika jumlah bulan basah
suatu daerah secara berturut-turut antara 3-4 bulan.
- Iklim E jika jumlah bulan basah
suatu daerah secara berturut-turut kurang dari 3 bulan.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat ditarik benang merahnya bahwa letak Indonesia yang berada
di daerah tropis atau berada di sekitar garis khatulistiwa serta diapit oleh
dua benua dan dua samudra, sangat berpengaruh terhadap keadaan iklimnya.
Indonesia mempunyai iklim tropis yang ditandai dengan temperatur udara yang
tinggi serta curah hujan yang dipengaruhi oleh musim. Adanya perubahan arah
angin juga berpengaruh terhadap keadaan musim di Indonesia yang terbagi menjadi
musim hujan dan musim kemarau.
a. Sistem Klasifikasi Koppen
Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang didasarkan kepada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates), iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates), iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates) (Safi’i, 1995).
b. Sistem Klasifikasi Mohr
Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila curah hujan < 60 mm per bulan (Anonim).
c. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah (X) dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan ( åf ) dengan banyaknya tahun pengamatan (n) (Anonim; Safi’i, 1995).
Schmidt-Ferguson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya di musim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang (Syamsulbahri, 1987).
Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson
d. Sistem Klasifikasi Oldeman
Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut.
Oldeman, et al (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.
Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004).
Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.
Klasifikasi Iklim Oldeman
Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman, et al., 1980)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar