Senin, 29 Februari 2016

Pengelolaan Tanah

 Pengelolaan Lahan atau Tanah

A.    Pengertian Pengelolaan Lahan atau Tanah
Pengelolaan Lahan atau tanah adalah merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berkaitan dengan daya dukungnyaterhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisis meliputi relief (topografi), iklim, tanah, dan air. Sedangkan lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan, dan manusia.Setiap kegiatan pertanian pasti membutuhkan pengolahan lahan. Pengolahan lahan bertujuan mengubah keadaan lahan pertanian dengan alat tertentu hingga memperoleh susunan lahan  ( struktur tanah ) yang dikehendaki oleh tanaman. Setiap upaya pengolahan lahan akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat tanah. Tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh cara atau metode pengolahan tanah. Perubahan sifat tanah akibat pengolahan tanah juga berhubungan dengan seringnya tanah dalam keadaan terbuka, terutama antara 2 musim tanam, sehingga menjadi lebih riskan terhadap, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah. Metode  atau cara pengolahan lahan dibagi menjadi dua yaitu secara tradisional (konvensional), dan secara modern.
a)      Metode Pengolahan Lahan atau tanah
1.   Pengolahan Lahan Secara Konvensional
Pengolahan lahan dengan metode konvensional biasanya dilakukan untuk lahan lahan yang sempit dan memiliki kemiringan tertentu.  Metode ini biasanya banyak dilakukan di lingkungan pedesaan yang sebagian masyarakat banyak menggunakan lahannya sebagai lahan persawahan dan tanaman sayuran. Kelebihan dari metode ini yaitu tidak dibutuhkan modal yang cukup besar, karena dilakukan oleh tenaga manual dan biasannya dilakukan secara gotong royong. Tetapi pengolahan lahan dengan system ini banyak menagalami kekurangan, diantaranya membutuhkan waktu  yang lama dalam pengerjaannya.

b)      Pengolahan Lahan Secara Modern
Pengolahan lahan dengan  cara modern biasanya banyak dilakukan untuk tanaman tanaman perkebunan dan memiliki lahan yang luas. Pengolahan lahan dengan cara ini biasannya menggunakan mesin. Pengolahan lahan dengan sistem  ini memiliki kelebihan diantaranya lebih cepat dalam proses pengerjaan, serta dapat menghemat waktu penanaman. Kekurangan dari system ini yaitu dibutuhkannya modal yang besar dalam pengupayaannya.

B.     Macam-macam Sistem Pegolahan Lahan

1. Pengolahan Lahan Sempurna
Pengolahan lahan secara sempurna yaitu pengolahan lahan yang meliputi seluruh kegiatan pengolahan lahan. Dimulai dari awal pembukaan lahan hingga lahan siap untuk ditanami, meliputi pembajakan, pemupukan dan rotary.
2.  Olah Lahan Minimum.
Pegolahan lahan dengan olah tanah minimum hanya meliputi pembajakan( tanah diolah, dibalik, kemudian tanah diratakan). Pada pengolahan tanah ini biasanya banyak dilakukan untuk lahan persawahan.
3. Tanpa Olah Tanah(TOT)
Pengolahan lahan pada system ini hanya meliputi penye,protan guna membunuh atau menghilangkan gulma pada lahan, kemudian ditungg hingga gulma mati dan lahan siap untuk ditanami. Pada pengolahan lahan ini biasanya digunakan sisti tajuk dalam proses penanamannya.

Pengolahan lahan juga tentunya harus memperhatikan topografi dan kontur keadaan lahan. Semakin curam keadaan maka akan semakin besar tingkat erosi yang terjadi. Jika tingkat erosi semakin besar maka humus dan zat hara dalam tanah akan semakain banyak hilang. Berikut adalah tingkat kecuraman dan sifat tanah:
1.  Hampir Datar
Pada  topografi ini tanah memiliki sifat diantaranya  pengairan baik, mudah diolah ancaman erosi kecil, , tidak terancam banjir. kemampuan menahan air baik, subur, dan respon terhadap pupuk. Pada lahan seperti ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai lahan pertanian
2.  Lereng Landai                             
Pada topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya struktur tanah kurang baik, ada ancaman erosi, pengolahan harus hati-hati,
3.  Lereng Miring
Pada topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya baik ditanami untuk tanaman semusim mudah tererosi bergelombang tanahnya padas, kemampuan menahan air rendah.
4. Lereng Miring dan Berbukit
Pada topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya lapisan tanah tipis, kemampuan menahan air rendah  sangat mudah tererosi dan, sering banjir. kandungan garam natrium tinggi
5. Datar
Pada topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya tidak cocok untuk pertanian, selalu tergenang air dan tanahnya berbatu-batu
6.. Lereng Agak  Curam
Pada topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya tanah berbatu-batu, erosi kuat, tidakcocok untuk pertanian.
7. Lereng Curam
Pada topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya tanah berbatu, erosi sangat kuat, perakaran sangat dangkal, hanya  untuk  padang rumput
8. Lereng Sangat Curam
Pada topografi tanah seperti ini memiliki sifat diantaranya berbatu dan kemampuan menahan air sangat rendah  tidak cocok untuk pertanian, lebih sesuai dibiarkan (alami)

2.2 Kemampuan lahan atau Tanah

A.    Pengertian dan kelas kemampuan lahan atau Tanah
Kemampuan lahan adalah penilaian lahan secara sistematis berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kemampuan Tanah adalah penilaian tanah secara sistimatik dan pengelompokannya dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat bagi penggunaannya
Kelas kemampuan lahan terbagi atas VIII kelas. Dari kelas I s.d. IV dapat digunakan untuk pertanian, sedangkan dari kelas V s.d. VII untuk padang rumput, kelas VIII sebaiknya secara alami sebagai hutan lindung. Masing-masing kelas dibagi lagi menjadi subkelas yaitu subkelas erosi, subkelas genangan air, subkelas solum (penghambat perakaran) dan subkelas iklim. Subkelas dapat diuraikan lagi menjadi beberapa unit.
a.       Kelas I
Mempunyai sedikit hambatan yang membatasi penggunaannya. Sifat-sifatnya: topografi hampir datar, ancaman erosi kecil, mempunyai kedalaman efektif, drainase baik, sudah diolah, kapasitas menahan air baik, responsif terhadap pemupukan, tidak terancam banjir.
b.      Kelas II
Memerlukan pengolahan yang hati-hati. Hambatan: lereng landai, lebih besar kemungkinan ancaman erosi, struktur tanah kurang baik, mengandung garam natrium, terancam banjir.
c.       Kelas III
Mempunyai hambatan berat, walaupun dapat digunakan untuk tanaman semusim. Hambatan: lereng miring dan bergelombang, peka terhadap erosi. Lapisan padas keras, penuh air setelah drainase, kapasitas menahan air rendah, kandungan natrium sedang.
d.      Kelas IV
Hambatan dan ancaman disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor sebagai berikut: lereng miring atau berbukit, kepekaan erosi sangat besar, lapisan tanahnya dangkal, kapasitas menahan air rendah, sering mengalami banjir, kandungan natrium tinggi.
e.       Kelas V
Terletak pada topografi yang datar dan tergenang air. Biasanya tanah berbatu-batu. Hambatan dan ancaman tidak sesuai untuk pertanian.
f.       Kelas VI
Tidak sesuai untuk pertanian, terletak pada lereng yang agak curam, ancaman erosi berat, berbatu-batu.
g.      Kelas VII
Hanya cocok untuk padang rumput, hutan produksi terbatas tanpa adanya perlindungan. Sebaiknya dibiarkan secara alami.
h.      Kelas VIII
Hanya cocok untuk hutan lindung, tempat rekreasi, cagar alam. Hambatan terletak pada lereng yang sangat curam, berbatu, kapasitas menahan air sangat rendah.

Tingkat subkelas merupakan bagian yang rinci dari tingkat kelas. Dasarnya adalah faktor penghambat yang sama. Faktor penghambat itu dikelompokkan ke dalam empat jenis yaitu: bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat perakaran tanaman (s), dan iklim (c). Sub kelas ditulis di belakang kelas, misalnya IIIe, artinya kelas III dengan faktor penghambat adalah erosi.
Tingkat unit memberikan keterangan lebih spesifik dan detail dari suatu subkelas. Dalam tingkat unit, kemampuan lahan diberi simbol dengan menambah angka arab di belakang subkelas. Misalnya IIIe-1, mengandung arti kelas III faktor penghambat erosi tingkatnya 1.

2.3 Kesesuaian Tanah atau Tanah
Klasifikasi kesesuaian lahan 
Klasifikasi kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976) dapat dipakai untuk klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif maupun kualitatif, tergantung dari data yang tersedia.
Kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar atas penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kuantitatif (dengan angka-angka) dan biasanya dilakukan juga perhitungan-perhitungan ekonomi (biaya dan pendapatan). dengan memperhatikan aspek pengolahan dan produktivitas lahan.
Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang ditentukan berdasar atas penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kualitatif (tidak dengan angka-angka) dan tidak ada per hitungan-perhitungan ekonomi. Biasanya dilakukan dengan cara memadankan (membandingkan) kriteria masing-masing kelas kesesuaian lahan dengan karakteristik (kualitas) lahan yang dimilikinya. Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor fisik (karakteristik kualitas lahan) yang merupakan faktor penghambat terberat.
Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini mengenal 4 (empat) kategori, yaitu:
Ordo    : menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu;
Kelas    : menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan; Sub-kelas : menunjukkan jenis pembatas (penghambat) atau macam perbaikan yang harus dijalankan dalam masing-masing kelas;
Unit      :  menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang berpengaruh dalam pengelolaan suatu subkelas.

Ordo dan kelas biasanya digunakan dalam pemetaan tanah tinjau, subkelas untuk pemetaan tanah semi detil, dan unit untuk pemetaan tanah detil. Ordo juga digunakan dalam pemetaan tanah pada skala yang lebih kasar (eksplorasi).


1.      Kesesuaian Lahan pada Tingkat Ordo (Order)
Pada tingkat ordo ditunjukkan, apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo yaitu.
v  Ordo S (sesuai); Lahan yang ternasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan. Tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.
v  Ordo N (tidak sesuai): Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat digolongkan sebagai tidak sesuai untuk digunakan bagi suatu usaha pertanian karena berbagai penghambat, balk secara fisik (lereng sangat cu­ram, berbatu-batu, dan sebagainya) maupun secara ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).

2.      Kesesuaian Lahan pada Tingkat Kelas
Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan menunjukkan tingkat kesesuaian dari ordo tersebut. Kelas diberi nomor urut yang ditulis dibelakang simbol ordo, di mana nomor ini menunjukkan tingkat kelas yang makin jelek bila makin tinggi nomornya. Banyaknya kelas dalam setiap ordo sebetulnya tidak terbatas, tetapi dianjurkan hanya memakai tiga sampai lima kelas dalam ordo S dan dua kelas dalam ordo N. Jumlah kelas terse but harus didasarkan kepada keperluan minimum untuk mencapai tujuan-tujuan penafsiran.
Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo S dan dua kelas yang dipakai dalam ordo N, maka pembagian serta definisinya secara kualitatif adalah sebagai berikut:
1.    Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai pembatas (penghambat) yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.
2.    Kelas S2: cukup sesuai (moderately suitable). Lahan mem­punyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan.
3.    Kelas S3: sesuai marginal (marginally suitable). Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih me­ningkatkan masukan yang diperlukan
4.    Kelas N 1: tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable). Lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih mungkin diperbaiki dengan tingkat pengelolaan tinggi. Faktor pembatas sedemikian besarnya sehingga tanpa penge­lolaan tinggi, mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.
5.    Kelas N2: tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable). Lahan mempunyai pembatas permanen yang sangat berat sehingga mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

3.      Kesesuaian Lahan pada Tingkat Subkelas
Subkelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut. Tiap kelas dapat terdiri dari satu atau lebih subkelas, tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas ini ditun­jukkan dengan simbol huruf kecil yang ditempatkan setelah simbol kelas. Misalnya kelas S2 yang mempunyai pembatas kedalaman efektif (s) dapat menjadi subkelas S2s. Dalam satu subkelas dapat mempunyai satu, dua, atau paling banyak tiga simbol pembatas, di mana pembatas yang paling dominan ditulis paling depan. Misalnya, dalam sub-kelas S2ts maka pembatas keadaan topografi (t) adalah pembatas yang paling dominan dan pembatas kedalaman efektif (s) adalah pembatas kedua atau tambahan. Jika terdapat lebih dari tiga pembatas yang memenuh: syarat, maka harus dipilih tiga pembatas terberat untuk dituliskan. di belakang simbol kelas, sedang pembatas lainnya cukup dijelaskan dalam uraian.
4.      Kesesuaian Lahan pada Tingkat Unit
Kesesuaian lahan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari subkelas berdasar atas besarnya faktor pembatas. Semua unit yang berada dalam satu subkelas mempunyai tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pem­batas yang sama pada tingkat subkelas.
Unit yang satu berbeda dengan unit lainnya karena kemam­puan produksi atau dalam aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan detil dari pembatas pembatasnya. Diketahuinya pembatas secara detil memudahkan penafsiran dalam mengelola rencana suatu usaha tani.
2.4 Erosi Tanah
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. Erosi adalah proses pengikisan lapisan tanah oleh tenaga air. Erosi mengakibatkan hilangnya lapisan tanah paling atas yang banyak mengandung unsur hara.
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik konservasi ladang dan penanaman pohon.
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfer terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan.
Penyebab erosi tanah antara lain:
Tanah gundul atau tidak ada tanamannya;
Tanah miring tidak dibuat teras–teras dan guludan sebagai penyangga air dan tanah yang lurus;
Tanah tidak dibuat tanggul pasangan sebagai penahan erosi;
Pada tanah di kawasan hutan rusak karena pohon–pohon ditebang secara liar sehingga hutan menjadi gundul;
Pada permukaan tanah yang berlumpur digunakan untuk pengembalaan liar sehingga tanah atas semakin rusak
Sebagai usaha untuk mengurangi erosi tanah dapat dilakukan upaya–upaya konservasi.  Tujuan konservasi tanah adalah untuk menjaga agar tanah tidak tererosi. Usaha–usaha konservasi tanah ditujukan untuk menjegah kerusakan, memperbaiki dan meningkatkan produktifitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari. Ada empat jenis erosi tanah, yaitu:
      1. Erosi percik (Splash Erosion)
Erosi percik adalah proses pengikisan tanah yang terjadi akibat adanya percikan air hujan. Percikan tersebut menyebabkan partikel-pertikel tanah menjadi hancur dan kemudian diendapkan di tempat lain.
     
      2. Erosi lembar (SheetErosion)
Erosi lembar adalah proses pengikisan lapsan tanah paling atas dan tipis sehingga ketebalan tanahya berkurang. Ciri erosi lembar:  
1.      Air yang mengalir di permukaan tanah berwarna keruh (kuning kecokelatan).
2.      Warna tanah di sekitar wilayah tersebut menjadi lebih pucat.
3.      Terdapat bercak-bercak di permukaan tanah.
4.      Kesuburan tanah berkurang karena banyak unsur hara yang hilang.
     
      3. Erosi Alur (Riil Erosion)
Erosi alur terjadi jika erosi lembar berlangsung terus, pengikisan tanah pada saat air mengalir mengakibatkan terjadinya alur-alur yang searah dengan kemiringan lereng daerah tersebut. Ciri-cirinya: alur-alur yang terbentuk oleh pengikisan amat jelas dan bentuknya relatif lurus di daerah yang berlereng dan berkelok.

4.Erosi Parit (Gully Erosion)
Terbentuknya erosi parit prosesnya sama dengan erosi alur, namun saluran yang terbentuk pada erosi parit lebih dalam. Erosi ini umumnya terjadi pada daerah dengan lereng yang terjal. Ciri-ciri: lereng-lereng yang tererosi membentuk parit-parit yang dalam dengan penampang seperti huruf V atau U.


Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi antara lain:
1.      Iklim
Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan. Butir-butir air hujan dapat mengikis permukaan tanah dan dihanyutkan oleh aliran permukaan.
2.      Tanah
Faktor tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur tanah, struktur tanah, infiltrasi dan kandungan bahan organik.
3.      Topogiafi
Pada lahan yang datar, percikan air dapat melebarkan partikel tanah ke segala arah, sedangkan pada lahan yang miring partikel tanah banyak yang terlempar ke arah bawah sesuai dengan kimiringan lereng.
4.      Vegetasi
Vegetasi penutup tanah berfungsi menahan jatuhnya air hujan langsung ke tanah dan menahan kecepatan aliran permukaan.
5.      Campur tangan manusia
Kegiatan manusia yang kurang bijaksana dalam mengelola hutan dan mengolah lahan berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan, terutama terjadinya erosi. Contoh: penebangan hutan secara liar menyebabkan terjadinya banjir bandang di beberapa wilayah di Indonesia.

Erosi tanah dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kesuburan tanah. Ciri-ciri tanah yang tingkat kesuburan tanahnya menurun antara lain:
1)      Partikel-partikel tanahnya hanyut.
2)      Terjadi perubahan struktur tanah.
3)      Kapasitas infiltrasi menurun.
4)      Terjadi perubahan profil tanah.
5)      Unsur hara lenyap.

2.5 Konservasi Tanah dan Air
Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi.
Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.Konservasi tanah adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap tanah secara teratur guna mengurangi dan mencegah tanah dengan cara pelestarian atau adalah serangkaian strategi pengaturan untuk mencegah erosi tanah dari permukaan bumi atau terjadi perubahan secara kimiawi atau biologi akibat penggunaan yang berlebihan.
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada  sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhuibungan erat sekali; berbagai tindakankonservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air.
Dalam konservasi tanah yang dilakukan adalah menggunakan tanah berdasarkan kemampuannya. Hal ini dilakukan untuk menjaga supaya tanah tidak rusak dan tetap produktif. Oleh karena itu, strategi dalam konservasi tanah harus mengarah pada ketentuan sebagai berikut:
Ø  Melindungi tanah dari air hujan dengan penutup permukaan tanah.
Ø  Mengurangi aliran permukaan dengan meningkatkan kapasitas infiltrasi.
Ø  Meningkatkan stabilitas agregat tanah.
Ø  Mengurangi kecepatan aliran permukaan dengan meningkatkan kekasaran permukaan lahan.

Metode konservasi tanah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sebagai berikut:
  Metode Vegetatif
 Metode vegetative merupakan penggunaan tanaman dan tumbuhan atau bagian bagian tumbuhan atau sisa sisa untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah. Dalam knservasi tanah dan air metode vegeatif mempunyai fungsi melindungi tanah terhadap daya perusak butir butir hujan yang jatuh dan melindungi tanah terhadap daya perusak air yang mengalir di permukaan tanah serta memperbaiaki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permuakaan.
Metode Mekanik
Adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode mekanik dalam konservasi tanah berfungsi untuk memperlambat aliran permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah dan penyediaan air bagi tanaman. Meode mekanik dalam konservasi tanah mencakup pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan guludan bersaluran menurut kontur.
Metode Kimia
Adalah dengan menggunakan preparat kimia sintetis atau alami. Preparat ini disebut Soil Conditioner atau pemantap struktur tanah. Sesuai dengan namanya Soil Conditioner ini digunakan untuk membentuk struktur tanah yang stabil. Senyawa yang terbentuk akan menyebabkan tanah menjadi stabil. Misalnya salah satu usaha dalam penggunaan senyawa organic sintetik.

Kesimpulan
Pengelolaan Lahan atau tanah adalah merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berkaitan dengan daya dukungnyaterhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisis meliputi relief (topografi), iklim, tanah, dan air. Sedangkan lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan, dan manusia.Setiap kegiatan pertanian pasti membutuhkan pengolahan lahan. Pengolahan lahan bertujuan mengubah keadaan lahan pertanian dengan alat tertentu hingga memperoleh susunan lahan  ( struktur tanah ) yang dikehendaki oleh tanaman. Setiap upaya pengolahan lahan akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat tanah.
Tujuan pokok pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma (Arsyad, 1989). Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara mekanis tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha perbaikan tanah secara mekanik yang ditempuh bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta melanjutkan penyaluran aliran permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak merusak.
Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah (pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering. Keuntungan utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi ini. Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi (Sarief, 1986). Menurut Arsyad (1989), pembuatan terras berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan oleh tanah, dengan demikian erosi berkurang.




DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.


Beberapa Nama Latin Pepohonan

Nama Latin
Nama Dagang
Podocarpus neriifolius
Ki Putri
Podocarpus koordesii
Melur
Agathis dammara
Damar
Agathis australis
Damar
Araucaria cuninghamii
Araucaria
Pinus merkusii
Pinus
Pinus caribaea
Pinus
Pinus insularis
Pinus
Daemonorops rubra
Rotan
Mutroxylon sagu
Sagu
Quercus sundaica
Pasang
Castanopsis javanica
Saninten
Artocarpus heterophyllus
Nangka
Ficus elastic
Karet Kerbau
Casuarina sumatrana
Cemara Aru
Casuarina equisetifolia
Cemara Laut
Santalum album
Cendana
Stelechocarpus burahol
Ki Burahol
Myristica fragragrans
Pala
Kinema laurina
Kendarahan
Cinnamomum burmanni
Kayu Manis
Eusideroxylon zwageri
Ulin
Paraserianthes falcataria
Sengon
Acacia mangium
Akasia
Dialium guineense
Keranji
Sindora bruggemanni
Sindur
Pterocarpus indicus
Angsana
Altingia excels
Rasamala
Mangifera foetida
Pakel
Dracontomelon dao
Dahu
Filicium decipiens
Krey Payung
Pometia pinnata
Matoa
Harpulia sphaeroloba
Harpulia
Nephelium mutabile
Rambutan Hutan
Canarium commune
Kenari
Swietinia mahagoni
Mahoni Daun Kecil
Swietenia macrophylla
Mahoni Daun Besar
Aleurites moluccana
Kemiri
Hevea brasiliensis
Karet
Durio zibethinus
Durian
Ceiba pentandra
Kapuk
Pachira afinis
Pachira
Pterospermum javanicum
Bayur
Heriteria littoralis
Dungun
Schima wallichii
Puspa
Calophyllum inophyllum
Nyamplung
Dipterocarpus trinervis
Keruing
Shorea pinanga
Meranti Merah
Shorea multiflora
Meranti Kuning
Dryobalanops lanceolata
Kamper
Hopea pierrei
Merawan
Vatica wallichii
Resak
Melanorrhea wallichii
Rengas
Dyera castula Hook
Jelutung
Crudia sp.
Tembeski
Terminalia copelandii
Ketapang
Dryobalanops abnormis
Kapur
Shorea bracteolatadyer
Meranti Putih
Shorea platyclados
Meranti Batu
Garcinia parvifolia
Kandes
Jackia ornate Wall
Kayu Air
Parkia speciosa
Petai
Anglaia tomentosa
Langsat Hutan
Ficus gibbosa
Kayu Ara
Artocarpus rigidus
Cempedak
Artocarpus integra
Nangka Hutan
Ficus benjamina
Beringin
Nephelium lappaceum
Rambutan
Styrax benzoin
Kemenjen
Aquilaria moluccensi
Gaharu
Tectona grandis
Jati
Diospyros macrophylla
Ajan Kelicung
Morus macroura
Andalas
Adansonia digitata
Baobab
Cerbera manghas
Bintaro
Diospyros celebica
Eboni
Bouea macrophylla
Gandaria
Ceiba pentandra
Kapuk Randu
Cordia bantamensis
Kendal
Sterculia foetida
Kepuh
Vatica bantamensis
Kokolenceran
Baccaurea lanceolata
Limpasu
Aegle marmelos
Maja
Dysoxylum densiflorum
Majegau
Palaquium rostratum
Nagasari
Shorea spp.
Balau Merah
Dipterocarpus spp.
Keruing
Scorodocarpus borneensis Becc.
Kulim
Pongamia pinnata
Malapari
Pometia spp.
Matoa
Intsia spp.
Merbau
Anisoptera sp.
Mersawa
Pentace spp.
Pinang
Alstonia spp.
Pulai
Melaleuca spp.
Gelam
Nauclea spp.
Gempol
Vitex spp.
Gopasa
Scaphium macropodum
Kembang Semangkok
Cananga sp.
Kenanga