Senin, 29 Februari 2016

ANALISIS POTENSI EROSI PADA PENGGUNAAN LAHAN di DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)


 Erosi
 Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2004). Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi (Asdak, 1995).
Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah pada erosi yang disebabkan oleh air. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah terlepas dan terlempar ke udara. Karena gravitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke bumi. Pada lahan miring partikel-partikel tanah tersebar ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas akan menyumbat pori-pori tanah. Percikan air hujan juga menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras pada lapisan permukaan.Hal ini mengakibatkan menurunnya kapasitas dan laju infiltrasi tanah. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air dipermukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-pertikel yang terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan mengendap baik untuk sementara atau tetap (Suripin, 2004).

Erosi yang diijinkan
Erosi tidak bisa dihilangkan sama sekali atau tingkat erosinya nol, khususnya untuk lahan-lahan pertanian. Tindakan yang dilakukan adalah dengan mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas yang maksimum (soil loss tolerance), yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah (Suripin, 2004).Untuk memberikan gambaran tentang potensi erosi yang hasilkan, United States Department of Agriculture (USDA) telah menetapkan klasifikasi bahaya erosi berdasarkan laju erosi yang dihasilkan dalam ton/ha/tahun seperti diperlihatkan pada Tabel 1 (Kironoto, 2003). Klasifikasi bahaya erosi ini dapat memberikan gambaran, apakah tingkat erosi yang terjadi pada suatu lahan ataupun DAS sudah termasuk dalam tingkatan yang membahayakan atau tidak, sehingga dapat dijadikan pedoman didalam pengelolaan DAS.



Model Prediksi Erosi (USLE)
Salah satu model untuk memprediksi laju erosi pada permukaan lahan adalah USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith tahun 1985 (dalam Sutapa, 2010), dimana metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memprakirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang berbeda. USLE memungkinkan perencana memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan (tindakan konservasi lahan). USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan tersebut juga dapat memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Suripin, 2004). Secara matematis model USLE dinyatakan dengan :

Ea = R x K x LS x C x P

Dimana :
Ea
=
Banyaknya tanah yang hilang (ton/ha/tahun)
R
=
Faktor erosivitas hujan
K
=
Faktor erodibilitas tanah
LS
=
Faktor panjang dan kemiringan lereng
C
=
Faktor penutup lahan
P
+
Faktor tindakan konservasi


Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan penyusunan model data spasial menggunakan pendekatan Sistim Informasi Geografis (SIG) dalam hal ini menggunakan perangkat lunak ArcMap GIS. Keempat jenis peta yang digunakan dalam analisis ini, di dalam ArcMap dinyatakan sebagai layer-layer dalam bentuk shape file (shp) dan dibuat dengan skala yang sama. ArcMap dapat melakukan input secara interaktif, proses editing yang sangat fleksibel dan output sesuai kebutuhan. Setiap layer yang mewakili setiap peta selalu dilengkapi dengan data digital yang dapat diolah dan diakses pada perangkat pengolah data yang lain seperti Microsoft Exell. Hasil akhir dari analisis SIG ini adalah unit-unit lahan dengan segala data atribut yang dihasilkan dari proses tumpang tindih layer.
Secara lebih rinci pengolahan data dilakukan dengan sebagai berikut :
-
Peta rupa bumi skala 1 : 50.000 diperlukan untuk mengetahui batas-batas setiap DAS dan dihitung luasnya dengan menggunakan ArcMap.
-
Data curah hujan diperlukan untuk menghitung nilai erosivitas hujan (R). Erosivitas hujan (R).
-
Peta vegetasi berupa tata guna lahan digunakan untuk mendapatkan nilai “CP” pada daerah tersebut.
-
Peta jenis tanah digunakan untuk mendapatkan faktor erodibilitas (K).
-
Peta kemiringan lereng digunakan untuk menentukan nilai “LS”.
Setelah rincian pengolahan data diatas selesai dilakukan, maka selanjutnya dapat dilakukan kalkulasi peta dengan melakukan tumpang tindih/overlay terhadap peta-peta tersebut, kemudian setelah itu dapat dilakukan analisis erosi lahan dengan menggunakan metode USLE yakni dengan mengalikan semua faktor parameter USLE. Hasil dari analisis erosi tersebut dapat menghasilkan gambar/peta kelas bahaya erosi berdasarkan unit-unit lahan dari proses tumpang tindih/overlay terhadap peta-peta yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pengolahan Model Data Spasial
Pengolahan model data spasial dalam SIG ini yakni melakukan proses tumpang tindih layer/overlay (union) terhadap masing-masing layer yang mewakili setiap jenis peta, sehngga hasil yang akan didapatkan dari proses tumpang tindih layer ini ialah berupa unit-unit lahan beserta atribut data yang berisi jenis penggunaan lahan, jenis tanah dan kemiringan lereng pada masing-masing unit lahan tesebut. Pada penyusunan tugas akhir ini, dilakukan 2 kali proses tumpang tindih layer yakni :
1.         Proses pertama : peta tata guna lahan DAS , peta jenis tanah DAS peta kemiringan lereng DAS.
2.       Proses kedua : peta tata guna lahan DAS, peta jenis tanah DAS dan peta kemiringan lereng DAS.

Menentukan Faktor Erosivitas Hujan (R)
Persamaan USLE menetapkan bahwa nilai R yang merupakan daya perusak hujan (erosivitas hujan) tahunan. Erosivitas hujan merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30). Kedua faktor tersebut, E dan I30 selanjutnya dapat ditulis sebagai EI30. Bolls (1978 dalam Arsyad, 1989) mengembangkan persamaan penduga EI30 sebagai berikut :

El30 = 6,119 (RAIN)1,21 (DAYS)-0,47 (MAXP)0,53

dimana :
RAIN
=
Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
DAYS
=
Jumlah hari hujan rata-rata per bulan
MAXP
=
Curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan yang bersangkutan


Menentukan Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Penentuannilai erodibilitas tanah ialah kemampuan/ketahanan partikel tanah terhadap pengelupasan dan pemindahan tanah akibat energi kinetik hujan. Tabel 2menunjukkan nilai faktor erodibilitas tanah berdasarkan jenis tanah di DAS.  Nilai Faktor Erodibilitas tanah yang terdapat pada tabel 2 mengacu pada nilai erodibilitas tanah yang dikeluarkan oleh Dinas RLKT, Departemen Kehutanan dan juga hasil analisa laboratorium untuk menduga besarnya nilai erodibilitas tanah pada beberapa jenis tanah di Indonesia (Kironoto, 2003 dalam Sutapa, 2010).

  Tabel 2 menunjukkan jenis tanah podsolik memiliki nilai faktor erodibilitas tanah (K) yang paling rendah, hal ini berarti unit lahan dengan jenis tanah podsolik memiliki kepekaan erosi yang lebih baik ketimbang jenis tanah lainnya yang terdapat dalam setiap unit lahan di DAS. Seperti yang dikemukakan oleh Arsyad, 1989 menyatakan bahwa sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air dan sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh serta aliran permukaan.

Menentukan Faktor Kemiringan Lereng (LS)
Dalam praktek lapangan nilai L sering dihitung sekaligus dengan faktor kecuraman (S) sebagai faktor kemiringan lereng (LS). Tabel 3 menunjukkan nilai faktor LS berdasarkan kemiringan lereng di DAS yang hasilnya mengacu pada nilai faktor kemiringan lereng berdasarkan kelas lereng yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan (Sutapa, 2010).


Tabel 3 menunjukkan bahwa kemiringan lereng yang besar pada suatu unit lahan akan berimbas pada nilai faktor LS yang besar, hal ini karena jika lereng permukaan tanah makin curam maka akan memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkut air, selain itu dengan makin curamnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik kebawah oleh tumbukan butir hujan semakin banyak dan lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih curam maka banyaknya erosi persatuan luas menjadi 2,0-2,5 kali lebih banyak.

Menentukan Nilai Faktor Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Tanah (CP)
Nilai faktor CP ditentukan berdasarkan jenis penggunaan lahan dan pengelolaan lahan pada setiap unit lahan di DAS. Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk menetukan nilai faktor penggunaan lahan dan pengelolaan tanah (CP) ialah peta tata guna lahan di DAS yang bersangkutan. Tabel 4 menunjukkan nilai faktor CP untuk berbagai aspek pengelolaan lahan yang mengacu pada Nilai Faktor Vegetasi Penutup Tanah dan Pengelolaan Tanaman (CP) yang terdapat dalam buku Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Asdak, 1995).

 
 Terdapatnya konservasi tanah dengan tutupan lahan yang baik akan melindungi tanah dari butiran hujan secara langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Seta (1987) yang menyatakan bahwa setiap tanaman yang menutupi tanah adalah penghambat aliran permukaan. Dengan terhambatnya aliran permukaan, maka akan memberikan kesempatan pada air untuk masuk kedalam tanah (infiltrasi) sehingga jumlah aliran permukaan juga akan berkurang.


Sumber : Sianga, J., Kartini., Yuniarti, E. "Analisis Potensi Erosi pada Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai Sedau di Kecamatan Singkawang Selatan".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar