Erosi
Erosi adalah suatu proses atau peristiwa
hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air
maupun angin (Suripin, 2004). Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu
pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan
pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi (Asdak,
1995).
Percikan
air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah pada erosi yang
disebabkan oleh air. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang
gundul, partikel tanah terlepas dan terlempar ke udara. Karena gravitasi bumi,
partikel tersebut jatuh kembali ke bumi. Pada lahan miring partikel-partikel
tanah tersebar ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas
akan menyumbat pori-pori tanah. Percikan air hujan juga menimbulkan pembentukan
lapisan tanah keras pada lapisan permukaan.Hal ini mengakibatkan menurunnya
kapasitas dan laju infiltrasi tanah. Pada kondisi dimana intensitas hujan
melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air dipermukaan tanah,
yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi
untuk mengangkut partikel-pertikel yang terlepas baik oleh percikan air hujan
maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi aliran
permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas,
maka partikel tanah tersebut akan mengendap baik untuk sementara atau tetap
(Suripin, 2004).
Erosi yang diijinkan
Erosi
tidak bisa dihilangkan sama sekali atau tingkat erosinya nol, khususnya untuk
lahan-lahan pertanian. Tindakan yang dilakukan adalah dengan mengusahakan
supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas yang maksimum (soil
loss tolerance), yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan
tanah (Suripin, 2004).Untuk memberikan gambaran tentang potensi erosi yang hasilkan,
United States Department of Agriculture (USDA) telah menetapkan
klasifikasi bahaya erosi berdasarkan laju erosi yang dihasilkan dalam
ton/ha/tahun seperti diperlihatkan pada Tabel 1 (Kironoto, 2003). Klasifikasi
bahaya erosi ini dapat memberikan gambaran, apakah tingkat erosi yang terjadi
pada suatu lahan ataupun DAS sudah termasuk dalam tingkatan yang membahayakan
atau tidak, sehingga dapat dijadikan pedoman didalam pengelolaan DAS.
Model Prediksi Erosi (USLE)
Salah
satu model untuk memprediksi laju erosi pada permukaan lahan adalah USLE
(Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan
Smith tahun 1985 (dalam Sutapa, 2010), dimana metode USLE dapat
dimanfaatkan untuk memprakirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi
tataguna lahan dan kondisi iklim yang berbeda. USLE memungkinkan
perencana memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan
dengan pola hujan tertentu untuk setiap jenis tanah dan penerapan pengelolaan
lahan (tindakan konservasi lahan). USLE dirancang untuk memprediksi
erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur di
bawah kondisi tertentu. Persamaan tersebut juga dapat memprediksi erosi pada
lahan-lahan non pertanian, tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan
tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar
sungai (Suripin, 2004). Secara matematis model USLE dinyatakan dengan :
Ea = R x K x LS x C x P
Dimana :
Ea
|
=
|
Banyaknya tanah yang hilang (ton/ha/tahun)
|
R
|
=
|
Faktor erosivitas hujan
|
K
|
=
|
Faktor erodibilitas tanah
|
LS
|
=
|
Faktor panjang dan kemiringan lereng
|
C
|
=
|
Faktor penutup lahan
|
P
|
+
|
Faktor tindakan konservasi
|
Metode Analisis Data
Metode
analisis data dilakukan dengan penyusunan model data spasial menggunakan pendekatan
Sistim Informasi Geografis (SIG) dalam hal ini menggunakan perangkat lunak
ArcMap GIS. Keempat jenis peta yang digunakan dalam analisis ini, di dalam
ArcMap dinyatakan sebagai layer-layer dalam bentuk shape file (shp) dan dibuat
dengan skala yang sama. ArcMap dapat melakukan input secara interaktif, proses
editing yang sangat fleksibel dan output sesuai kebutuhan. Setiap layer yang mewakili
setiap peta selalu dilengkapi dengan data digital yang dapat diolah dan diakses
pada perangkat pengolah data yang lain seperti Microsoft Exell. Hasil akhir
dari analisis SIG ini adalah unit-unit lahan dengan segala data atribut yang dihasilkan
dari proses tumpang tindih layer.
Secara
lebih rinci pengolahan data dilakukan dengan sebagai berikut :
-
|
Peta rupa bumi skala 1 : 50.000 diperlukan
untuk mengetahui batas-batas setiap DAS dan dihitung luasnya dengan
menggunakan ArcMap.
|
-
|
Data curah hujan diperlukan untuk menghitung
nilai erosivitas hujan (R). Erosivitas hujan (R).
|
-
|
Peta vegetasi berupa tata guna lahan
digunakan untuk mendapatkan nilai “CP” pada daerah tersebut.
|
-
|
Peta jenis tanah digunakan untuk mendapatkan
faktor erodibilitas (K).
|
-
|
Peta kemiringan lereng digunakan untuk
menentukan nilai “LS”.
|
Setelah
rincian pengolahan data diatas selesai dilakukan, maka selanjutnya dapat
dilakukan kalkulasi peta dengan melakukan tumpang tindih/overlay
terhadap peta-peta tersebut, kemudian setelah itu dapat dilakukan analisis
erosi lahan dengan menggunakan metode USLE yakni dengan mengalikan semua
faktor parameter USLE. Hasil dari analisis erosi tersebut dapat menghasilkan gambar/peta
kelas bahaya erosi berdasarkan unit-unit lahan dari proses tumpang tindih/overlay
terhadap peta-peta yang telah dijelaskan sebelumnya.
Pengolahan Model Data Spasial
Pengolahan
model data spasial dalam SIG ini yakni melakukan proses tumpang tindih
layer/overlay (union) terhadap masing-masing layer yang mewakili setiap jenis
peta, sehngga hasil yang akan didapatkan dari proses tumpang tindih layer ini
ialah berupa unit-unit lahan beserta atribut data yang berisi jenis penggunaan
lahan, jenis tanah dan kemiringan lereng pada masing-masing unit lahan tesebut.
Pada penyusunan tugas akhir ini, dilakukan 2 kali proses tumpang tindih layer
yakni :
1.
Proses pertama : peta tata guna lahan DAS ,
peta jenis tanah DAS peta kemiringan lereng DAS.
2. Proses
kedua : peta tata guna lahan DAS, peta jenis tanah DAS dan peta kemiringan
lereng DAS.
Menentukan Faktor Erosivitas Hujan (R)
Persamaan
USLE menetapkan bahwa nilai R yang merupakan daya perusak hujan
(erosivitas hujan) tahunan. Erosivitas hujan merupakan perkalian antara energi
hujan total (E) dan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30).
Kedua faktor tersebut, E dan I30 selanjutnya dapat
ditulis sebagai EI30. Bolls (1978 dalam Arsyad, 1989)
mengembangkan persamaan penduga EI30 sebagai berikut :
El30 = 6,119 (RAIN)1,21
(DAYS)-0,47 (MAXP)0,53
dimana :
RAIN
|
=
|
Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
|
DAYS
|
=
|
Jumlah hari hujan rata-rata per bulan
|
MAXP
|
=
|
Curah hujan maksimum selama 24 jam dalam
bulan yang bersangkutan
|
Menentukan Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Penentuannilai
erodibilitas tanah ialah kemampuan/ketahanan partikel tanah terhadap
pengelupasan dan pemindahan tanah akibat energi kinetik hujan. Tabel
2menunjukkan nilai faktor erodibilitas tanah berdasarkan jenis tanah di DAS. Nilai Faktor Erodibilitas tanah yang terdapat
pada tabel 2 mengacu pada nilai erodibilitas tanah yang dikeluarkan oleh Dinas
RLKT, Departemen Kehutanan dan juga hasil analisa laboratorium untuk menduga
besarnya nilai erodibilitas tanah pada beberapa jenis tanah di Indonesia (Kironoto,
2003 dalam Sutapa, 2010).
Tabel 2
menunjukkan jenis tanah podsolik memiliki nilai faktor erodibilitas tanah (K)
yang paling rendah, hal ini berarti unit lahan dengan jenis tanah podsolik
memiliki kepekaan erosi yang lebih baik ketimbang jenis tanah lainnya yang
terdapat dalam setiap unit lahan di DAS. Seperti yang dikemukakan oleh Arsyad,
1989 menyatakan bahwa sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah
sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan
kapasitas menahan air dan sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur
tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh serta
aliran permukaan.
Menentukan Faktor Kemiringan Lereng (LS)
Dalam
praktek lapangan nilai L sering dihitung sekaligus dengan faktor kecuraman (S)
sebagai faktor kemiringan lereng (LS). Tabel 3 menunjukkan nilai faktor LS
berdasarkan kemiringan lereng di DAS yang hasilnya mengacu pada nilai faktor
kemiringan lereng berdasarkan kelas lereng yang dikeluarkan oleh Departemen
Kehutanan (Sutapa, 2010).
Tabel 3
menunjukkan bahwa kemiringan lereng yang besar pada suatu unit lahan akan berimbas
pada nilai faktor LS yang besar, hal ini karena jika lereng permukaan tanah
makin curam maka akan memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan
demikian memperbesar energi angkut air, selain itu dengan makin curamnya
lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik kebawah oleh tumbukan
butir hujan semakin banyak dan lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih
curam maka banyaknya erosi persatuan luas menjadi 2,0-2,5 kali lebih banyak.
Menentukan Nilai Faktor Penggunaan Lahan dan
Pengelolaan Tanah (CP)
Nilai
faktor CP ditentukan berdasarkan jenis penggunaan lahan dan pengelolaan lahan
pada setiap unit lahan di DAS. Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk
menetukan nilai faktor penggunaan lahan dan pengelolaan tanah (CP) ialah peta
tata guna lahan di DAS yang bersangkutan. Tabel 4 menunjukkan nilai faktor CP
untuk berbagai aspek pengelolaan lahan yang mengacu pada Nilai Faktor Vegetasi
Penutup Tanah dan Pengelolaan Tanaman (CP) yang terdapat dalam buku Hidrologi
dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Asdak, 1995).
Terdapatnya
konservasi tanah dengan tutupan lahan yang baik akan melindungi tanah dari
butiran hujan secara langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Seta (1987) yang menyatakan
bahwa setiap tanaman yang menutupi tanah adalah penghambat aliran permukaan. Dengan
terhambatnya aliran permukaan, maka akan memberikan kesempatan pada air untuk
masuk kedalam tanah (infiltrasi) sehingga jumlah aliran permukaan juga akan
berkurang.
Sumber : Sianga, J., Kartini., Yuniarti, E. "Analisis Potensi Erosi pada Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai Sedau di
Kecamatan Singkawang Selatan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar